Sabtu, 18 Mei 2019

"Peran Literasi dalam Mengembangkan Pariwisata di Sumatera Selatan"

Seminar "Peran Literasi dalam Mengembangkan Pariwisata di Sumatera Selatan"

Talk Show Komunikasi "Peran Literasi dalam Mengembangkan Pariwisata di Sumatera Selatan",
hari ini, Sabtu, 11 Mei 2019, pukul 15.00 WIB - selesai di Gramedia World, Jl. H. Burlian Km. 7 No. 48 Palembang berjalan lancar.
.
Pematerinya:
- Sumarni Bayu Anita, S.Sos, M.A @anitashiva88 (Ketua Umum GenPI Sumsel)
- Evan Ipunk Saputra @evanffun90 (Rumah Belajar Ceria, Penggiat Literasi)
- Karan Havinas @thiskarankhan (Mahasiswa Ilmu Komunikasi STISIPOL Candradimuka)
MC: Andri Triyansyah @ojak_andrian
.
Para peserta yang hadir mendapatkan fasilitas: Buku Notes, Pena, Snack dan Sertifikat.
Juga Hiburan Spesial: Nobar Film Pemenang CAFIFEST 2019
- Enggak Ori by Tak Lakoni (Genre Comedy)
- Si Pahit Lidah by Holfaz Film (Genre Legenda).


Success today.


Thank you for myteam yang berkerja keras serta dukungan dan partisipasinya - Peran Literasi dalam mengembangkan Pariwisata di Sumatera Selatan -



 

Cafifest 2019

 Cafifest 2019 X Candradimuka Palembang





Salam Komunikasi!!!
.
Gaes, jangan lupa, besok, Selasa 30 April 2019, ayo rame-rame ajak temen dan keluarganya ke Kampus STISIPOL Candradimuka, Jl. Swadaya Sekip Ujung Palembang.
.
Karena besok satu hari penuh akan ada event kece dan terbuka untuk umum, yakni CANDRADIMUKA FILM FESTIVAL 2019 (CAFIFEST 2019) yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HIMAKOM) STISIPOL Candradimuka dan Jurusan Ilmu Komunikasi STISIPOL Candradimuka.
.
Berikut rangkaian kegiatan CAFIFEST 2019:
1) Pameran Periklanan & Pemasaran Produk di Lapangan Kantin Depan STISIPOL Candradimuka yang diikuti oleh 20 stand, pukul 08.00-12.00 WIB.
2) Talk Show dengan tema "Peran Sineas Muda Terhadap Perkembangan Film Pendek di Sumatera Selatan" di Aula Ismail Djalili STISIPOL Candradimuka, pukul 13.00-17.00 WIB.
3) Screening & Nobar Film para Nominasi Lomba Film Pendek CAFIFEST 2019 untuk seluruh genre: Action, Drama, Comedy, Horor dan Legenda. Sekaligus Pengumuman Pemenang di Aula Ismail Djalili STISIPOL Candradimuka, pukul 19.00-22.00 WIB.
4) Pameran Foto dari Divisi FOTOGRAFI HIMAKOM STISIPOL Candradimuka di Gedung A STISIPOL Candradimuka, pukul 08.00-22.00 WIB.
5) Cek Kesehatan Gratis dari Divisi HUMAS HIMAKOM STISIPOL Candradimuka di Ruang Kelas B3 STISIPOL Candradimuka, pukul 08.00-12.00 WIB.
.
Seru kaaaan?!!! Makanya, jangan lupa segera daftarkan diri kamu untuk mengikuti seluruh kegiatan itu ke Sekretariat HIMAKOM STISIPOL Candradimuka.
.
HTM : Rp 50.000/org
*Include: Tiket Masuk 2 in 1 (Talk Show & Screening Film), Snack, Makan Malam, Sertifikat, Cek Kesehatan dan Pin Cantik
.
HTM : Rp 25.000/org
*Include: Tiket Masuk Screening Film & Sertifikat
.
Follow INSTAGRAM CAFIFEST 2019 @cafifest19 untuk mengetahui info-info terbaru mengenai kegiatan ini atau hubungi langsung Contact Person.

Okeee... Kita tunggu kehadiran kamu semua besok yaa...!!! 

Contact Person:
Boya 0853-6876-9575
Sonia 0896-1685-274










@cafifest19
@himakomstc
@ilkom_stcandradimuka
@stisipolcandradimuka
@s2komunikasi.candradimuka
@palembangkulukilir
@momeafm
@genpisumsel
@layartaman
@palembang_movieclub
@imikisumsel
#candradimukafilmfestival2019
#cafifest2019
#himakomstc
#ilkomstcandradimuka
#stisipolcandradimuka
By SBA


Selesai Acara :

 
Thank you buat acaranya dari pagi hingga malam
Walaupun melelah kan kita menyempat kan waktu untuk hadir.

Best film *Enggak Ori* ini film petcha dan gokil.
.
Thank you juga buat panita serta dewan juri serta para koodinator
.
Rate untuk acara ini 4,5/5

Etika PR/Etika Perhumasan

Etika Kehumasan Sebagai Pencipta Hubungan Baik Dengan Klien 

Etika Kehumasan Sebagai Pencipta Hubungan Baik Dengan Klien

A. Etika Profesional
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika adalah nilai-nilai, dan asas-asas moral yang di pakai sebagai pegangan umum bagi penentuan baik buruknya perilaku manusai atau benar salahnya tindakan manusia sebagai manusia (Soleh Soemirat, 2005:169). Etika mengacu pada sistem nilai dengan apa orang menentukan apa yang benar dan apa yang tidak benar, yang adil dan tidak adil, yang jujur dan tidak jujur. Etika terungkap dari perilaku moral dalam situasi terterntu. Peran etika dalam kehidupan pribadi dan praktisi sendiri juga sama pentingnya.
Prinsip di balik etika profesional adalah tindakan seseorang dirancang untuk menciptakan kebaikan yang paling tinggi baik bagi klien maupun bagi komunitas secara keseluruhan, bukan untuk meningkatkan posisi dan kekuasaan praktisi. Perilaku profesional di dasarkan pada apa yang secara umum di anggap sebagai motif yang luhur, yang di pantau dan di ukur berdasarkan kode perilaku yang berlaku dan di laksanakan melalui interpretasi kongkrit bagi mereka yang menyimpang dari standar kinerja yang telah di terima. Kode perilaku profesional di tujukan untuk menentukan norma perilaku yang dapat di terima bagi para karyawan dan profesional dalam berkarya.
Hubungan klien dengan profesional merupakan sebuah hubungan kepercayaan, hubungan kepercayaan ini berbeda dengan hubungan dengan pelayan ketrampilan. Etika erat kaitannya dengan pelaksanaan kode etik perilaku. Fungsi dari keduanya adalah untuk melindungi mereka yang mempercayakan kesejahteraan di tangan profesional. Perlindungan terhadap profesi tersebut berupa hak istimewa, status, dan kolegitas profesional. Dalam profesi, penerapan nilai-nilai moral dlam prakteknya di sebut sebagai etika terapan.
Etika profesi merupakan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah, ukuran-ukuran yang diterima dan di taati oleh para pegawai atau karyawan, berupa peraturan-peraturan, tatanan yang di taati semua karyawan dari organisasi tertentu, yang telah di ketahuinya untuk di laksanakan, karena hal tersebut melekat pada status atau jabatannya. Dalam kata lain etika profesi adalah kebiasaan yang baik atau peraturan yang diterima dan ditaati oleh para karyawan dan telah mengendap menjadi bersifat normatif.
Sebagian besar organisasi profesional dan banyak perusahaan bisnis lainnya mempunyai kode etik. Dalam setiap profesi tersebut pasti memiliki kode etik yang berbeda. Kode etik merupakan aturan-aturan susila yang ditetapkan bersama dan ditaati bersama oleh seluruh anggota yang bergabung dalam suatu profesi. Kode etik meupakan persetujuan bersama yang timbul secara murni dari diri pribadi para anggota. Kode etik merupakan serangkaian peraturan yang di sepakati bersama guna menyatakan sikap atau perilaku anggota profesi. Kode etik lebih mengingatkan pembinaan para anggota sehingga mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat (Bambang Herimanto, 2007:253-254). Kode etik profesi dilaksanakan oleh pribadi-pribadi yang memiliki profesi terkait karena hal tersebut melekat pada jabatannya dan bersifat normatif.
Dalam usaha mencanangkan patokan dari perilaku bertanggung jawab, mereka harus menegakkan kede etik yang merupakan dasar bagi profesionalisme sesuai dengan pernyataan mereka dengan pertimbangannya adalah kredibilitas. Etika profesi sangat penting terutama dalam rangka untuk pembinaan karyawan, untuk meningkatkan mutu serta mewujudkan pribadi karyawan yang jujur, bersih, berwibawa, semakin mempunyai rasa memiliki organisasi, tanggung jawab, dalam keterlibatannya untuk mengembangkan organisasiny, rasa ikut memiliki besar. Etika profesi dapat membimbing karyawan dalam menjalankan tugasnya sehingga mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan seksama, etos kerja yang tinggi, dengan tanggung jawab, sehingga memperoleh hasil yang memuaskan. Selain itu etika profesi juga dapat memberi arah, petunjuk untuk membentuk kepribadian seseorang sesuai dengan profesinya kemudian hasil kerjanya dapat memuaskan publik yang dilayaninya.

B. Etika Kehumasan
Public Relation adalah merupakan salah satu profesi yang memiliki kode etik. Dalam Public Ralation kode etik disebut sebagai kode etik Publik Relation atau kode etik kehumasan atau etika profesi humas. Dalam buku Etika Kehumasan karangan Rosady Ruslan disebutkan bahwa etika profesi humas merupakan bagian dari bidang etika khusus atau etika terapan yang menyangkut demensi sosial, khususnya bidang profesi. Kegiatan Humas atau profesi Humas (Public Relation Professional), baik secara kelembagaan atau dalam stuktur organisasi (Public Relation by Function) maupun individual sebagai penyandang professional Humas (Public relation Officer by Professional) berfungsi untuk menghadapi dan mengantisipasi tantangan kedepan, yaitu pergeseran sistem pemerintahan otokratik menuju sistem reformasi yang lebih demokratik dalam era globaluisasi yang ditandai dengan unculnya kebebasan pers, mengeluarkan pendapat, opini dan berekspresi yang terbuk, serta kemampuan untuk berkompetitif dalam persaingan pasar bebas, khususnya di bidang jasa teknologi informasi dan bisnis lainnya yang mampu menerobos batas- batas wilayah suatu negara, sehingga dampaknya sulit dibendung oleh negara lain sebagai target sasarannya.
Perlunya penyesuan, perubahan (revisi) dan modifikasi mengenai seperangkat pengaturan dan peundang-undangan yang ada, baik di idang hukum komunikasi, etika, maupun kode etik profesi (code of proffesion) khususnya profesi kehumasan (public relation ethics, jurnalistik / pers media cetak dan elektronik, periklanan, promosi pemasaran, dan bidang profesi komunikasi lainnya.
Pada akhirnya munculah titik tolak dari kode etik tersebut adalah untuk menciptakan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) yang hendak dicapai atau dikembangkan oleh pihak profesi bidang komuniksi pada umumnya, dan pada profesi kehumasan khususnya, melalui kode etik dan etika profesi sebagai refleksi bentuk tanggung jawab, perilaku, dan moral yang baik. Dalam buku Etika

Kehumasan, Roslan Rosady mengungkapkan aspek aspek yang kode perilaku seorang praktisi humas, antara lain:

a. code of conduct, merupakan kode perilaku sehari-hari terhadap integritas pribadi, klien dan majkan, media dan umum, serta perilaku terhadap rekan seprofesinya.
b. code of profession, merupakan standar moral, bertindak etis dan memiliki kualifikasi serta kemampuan tertentu secara profesional.
c. code of publication, merupakan standar moral dan yuridis etis melakukan kegiatna komunikasi, proses dan teknis publikasi untuk menciptakan publisitas yang positif demi kepentingan publik.
d. code of enterprise, menyangkut aspek hukum perizinan dan usaha, UU PT, UU Hak Cipta, Merek dan Paten, serta peraturan lainnya.

Di antara praktisi public relation terdapat perbedaan pendapat yang besar mengenai apakah public relations adalah suatu karya seni, ketrampilan, atau sebuah profesi dalam pengertian yang sama denagn kedokteran dan hukum. Ada juga gagasan, yang dikembangkan oleh banyak profesional dan PRSA bahwa yang palig penting adalah bagi individu bersangkutan untuk nertindak sebagai seorang profesional dalam bidang ini. Kemudaian seorang praktisi humas harus memiliki: rasa kemandirian; rasa tanggung jawab terhadap masyarakat dan kepentingan umum; kepedulian nyata terhadap kompentensi dan kehormatan profesi ini secara menyeluruh; kesetiaan yang lebih tinggi terhadap standar profesi dan sesama profesional daripada kepada pihak yang memberi pekerjaan kepadanya pada saat itu. Hambatan besar bagi profesionalisme adalah sikap banyak praktisi itu sendiri terhadap pekerjaan mereka, mereka memandang lebih tinggi arti keamanan kerja prestise dalam organisasi, jumlah gaji, dan pengakuan dari atasan bibandingkan nilai-nilai tersebut.

International Public Relation Association (IPRA) menyatakan kode etik humas yang kemudian diterima dalam konvensi-nya di Venice pada Mei 1961, isinya adalah:
1. integritas pribadi dan profesional, reputasi yang sehat, ketaatan pada konstitusi dan kode IPRA
2. perilaku kepada klien dan karyawan: (1) perlakuan yang adil terhadap klien dan karyawan; (2) tidak mewakili kepentingan yang berselisih bersaing tanpa persetujuan; (3) menjaga kepercayaan klien dan karyawan; (4) tidak menerima upah, kecuali dari klien lain atau majikan lain; (5) tidak menggunakan metode yang menghina klien atau majikan lain; (6) menjaga kompensasi yang bergantung pada pencapaian suatu hasil tertentu.
3. perilaku terhadap publik dan media: (1) memperhatikan kepentingan umum dan harga diri seseorang; (2) tidak merusak integritas media komunikasi; (3) tidak menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan; memberikan gambarabyang dapat dipercaya mengenai organisasi yang dilayani; (5) tidak menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu untuk melayani kepentingan pribadi yang terbuaka
4. perilaku terhadap teman sejawat: (1) tidak melukai secara senaga reputasi profesional atau praktek anggota lain; (2) tidak berupaya mengganti anggota lain dengan kliennya; (3) bekerja sama dengan anggota lain dalam menunjunjung tinggi danmelaksanakan kode etik ini.
Dalam hubungannya denagn kegiatan menejemen perusahaan sikap etislah yang harus ditunjukkan seorang humas dalam profesinya sehari-hari. Seorang humas juga harus menguasai etika-etika umum keprofesionalitasan dan etika-etika khusus seorang humas pada khususnya. Kemampuan tertentu tersebuat antara lain: kemampuan untuk kesadaran etis; b\kemampuan untuk berpikir secara etis; kemampuan untuk berperilaku secara etis; kemampuan untuk kepemimpinan yang etis (Soleh Soemirat, 2005:177). Kemudian Soleh Soemirat juga menanbahkan bahwa sebagai seorang profesional humas harus mampu bekerja atau bertindak melalui pertimbangan yang matang dan benar, yaitudapat membedakan secara etis mana yang dapat dilakukan dan mana yang tidak, sesuai dengan pedoman kode etik profesi yang disandang.

C. Etika Sebagai Pencipta Hubungan baik dengan Klien
Sesuai yang telah dipaparkan oleh IPRA terdapat fungsi Public Relation terhadap kliennya. Etika profesi kehumasan dapat menciptakan hubungan sinergis antara organisasi dengan kliennya. Pelayanan terhadap klien seharusnya dapat menjadi perhatian khusus oleh Public Relation karena sebagai fungsi menejemen yang berada di organisasi atau perusahaan peran humas dan hubungannya sangat dekat dengan klien dan bahkan menjadi pihak penengah antara organisasi dengan kliennya.

D. Referensi
Cutlip, Scott M.dkk. 2005. Effectives Public Relation ed. 8. Jakarta: Indeks.
Herimanto, Bambang. dkk. 2007. Public Relation dalam Organisasi. Jogja: Santusta.
Soemirat, Soleh. Elvinaro Ardianto. 2005. Dasar – Dasar Public Relation. Bandung: Rosda.
Willcox, Dennis L. dkk. 2006. Public Relation Strategy & Taktik. Batam: Inter Aksara.
Ruslan, Rosady. 2001. Etika Kehumasan Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jeffkins, Frank. 1995. Public Relation edisi keempat (terjemahan oleh Drs. Haris Munandar). Jakarta: Erlangga.
Cutlip, Scott M.dkk. 2000. Effectives Public : Merancang & Melaksanakan Kegiatan Kehumasan. Jakarta: Indeks.

Community Relation

Community Relations

Pengertian Community Relation

Community relations adalah upaya membina hubungan harmonis antara perusahaan/organisasi dengan komunitas masyarakat untuk meningkatkan kepedulian sosial dan saling pengertian. Community Relations pada dasarnya adalah kegiatan public relations, maka langkah-langkah dalam proses public relations pun mewarnai langkah-langkah dalam community relations. Mengingat community relations berhadapan langsung dengan persoalan – persoalan sosial yang nyata dihadapi komunitas sekitar organisasi melalui pendekatan community relations, organisasi bersama-sama dengan komunitas sekitarnya berusaha untuk mengidentifikasi, mencari solusi dan melaksanakan rencana tindakan atas permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini fokusnya adalah permasalahan yang dihadapi komunitas. Bukan permasalahan yang dihadapi organisasi. Namun dampak dari penyelesaian permasalahan yang dihadapi komunitas itu akan dirasakan juga oleh organisasi, mengingat program-program community relations pada dasaranya dikembangkan untuk kepentingan bersama organisasi dan komunitas.
Unsur - unsur Community Relation :
  • Kesejahteraan komersial
  • Dukungan agama
  • Lapangan kerja
  • Fasilitas pendidikan yang memadai
  • Hukum, ketertiban dan keamanan
  • Pertumbuhan penduduk
  • Perumahan beserta kebutuhannya yang sesuai
  • Perhatian terhadap keselamatan umum dan penanganan kesehatan yang progresif
  • Kesempatan bereaksi dan berkebudayaan yang bervariasi
  • Komunitas pada organisasi 
Manfaat Community Relation :
– Reputasi dan citra organisasi yang lebih baik
– Memanfaatkan pengetahuan dan tenaga kerja lokal
– Menarik tenaga kerja, pemasok, pemberi jasa dan mungkin pelanggan lokal yang bermutu.
  • Organisasi pada Komunitas
–   Peluang penciptaan kesempatan kerja, pengalaman kerja dan pelatihan
–   Pendanaan investasi komunitas dan pengembangan infrastuktur

Aktivitas Kepedulian Sosial Toyota di Indonesia 
Untuk meningkatkan performa kontribusi di bidang komunitas, Toyota Indonesia mendirikan departemen Community Relations dan Community Development dalam struktur organisasi. Kegiatan-kegiatan dalam bidang ini umumnya terbagi dalam empat kelompok besar, yaitu infrastruktur, kesehatan dan kebersihan, kegiatan keagamaan, dan pemberdayaan masyarakat. Seluruh kegiatan kami didesain untuk meningkatkan taraf hidup komunitas sekitar Toyota.
Report this ad

Contoh Kegiatan Community Relation ;

Kegiatan-kegiatan Community Relations dan Community Development Toyota Indonesia di antaranya adalah:

1. Infrastruktur
a. Renovasi gedung sekolah
b. Renovasi jalan
c. Pembangunan penerangan jalan
d. Renovasi rumah tinggal
e. Lain-lain

2. Kesehatan dan Kebersihan
a. Pembangunan MCK
b. Pembangunan sarana air bersih
c. Penanganan hama
d. Program peningkatan gizi
e. Bantuan ambulans
f. Lain-lain

3. Kegiatan Keagamaan
a. Sumbangan Hari Raya
b. Renovasi tempat ibadah
c. Lain-lain

4. Pemberdayaan Masyarakat
a. Budidaya ikan air tawar
b. Budidaya jamur merang
c. Budidaya tanaman buah-buahan
d. Pelatihan ketrampilan komputer, menjahit & otomotif
e. Industri rumah tangga
f. Lain-lain

5. Lain-lain
a. Bantuan pada Karang Taruna dan kegiatan kepemudaan lain
b. Bantuan pada keamanan swadaya (hansip)
c. Bantuan peringatan Hari Besar Nasional
d. Lain-lain

Media Relation

Hubungan media

Hubungan media adalah aktivitas yang dilakukan oleh individu ataupun profesi humas suatu organisasi untuk menjalin pengertian dan hubungan baik dengan media massa dalam rangka pencapaian publikasi organisasi yang maksimal serta berimbang (balance).

Hubungan media banyak dikaitkan dengan konteks pemberitaan yang tidak berbayar atau publisitas positif.
Dalam profesihumas hubungan media juga sering kali dipahami sebagai penanganan krisis dengan memberitakan tentang hal-hal positif tentang perusahaan saat perusahaan sedang dilanda berita negatif. Pada saat krisis cara terbaik penanganan hubungan media oleh humas adalah dengan mengakui dan memperbaiki kesalahan dengan menginformasikan usaha-usaha ke depan. Dalam hal ini baik media massa maupun humas dalam posisi saling memanfaatkan dan saling diuntungkan (simbiosi mutualisme).
Contoh pemanfaatan media massa untuk kepentingan organisasi dan publisitas positif adalah liputan berita saat Fraksi PDIP DPR mengembalikan total uang insentif legislasi sebesar Rp 3,4 miliar. Perhatikan bahwa hal ini bisa dilakukan tanpa liputan berita, namun dengan diliput berita maka kejadian ini menimbulkan citra positif untuk organisasi dan di saat yang sama media massa mendapatkan berita.

Tujuan

  1. Untuk memperoleh pengetahuan kebudayaan di Indonesia sebanyak mungkin.
  2. Untuk memperoleh tempat dalam pemberitaan budaya di Indonesia dan berimbang mengenai ha-hal yang menguntungkan kebudayaan di Indonesia.
  3. Untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat mengenai kebudayaan di Indonesia.
  4. Untuk melengkapi data/ informasi yang berkaitan dengan budaya di Indonesia serta cara kita melestarikan budaya Indonesia.
  5. Untuk mewujudkan hubungan yang stabil dan berkelanjutan yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan menghormati sesama budaya di Indonesia.

Manfaat

  1. Membagun pemahaan mengenai tugas dan tanggung jawab organisasi dan media massa.
  2. Membangun kepercayaan timbal balik dengan prinsip saling menghormati dan menghargai kejujuran serta kepercayaan.
  3. Penyampaian/perolehan informasi yang akurat, jujur, dan mampu memberikan pecerahan bagi publik.

Aktivitas hubungan media

Untuk menjalankan hubungan dengan media, kegiatan yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :
  1. Press Conference. Pertemuan yang dibuat untuk wartawan, sehingga mereka bisa mendapatkan informasi terbaru mengenai suatu isu tertentu.
  2. Press Visit. Aktivitas kunjungan media yang dilakukan oleh perusahaan dengan cara mengunjungi kantor media.
  3. Press Briefing. Aktivitas untuk memberikan instruksi kepada media yang akan meliput acara secara khusus.
  4. Press Workshop. Pelatihan yang diberikan oleh perusahaan kepada media menggenai topik-topik yang baru.
  5. Media Monitoring. Aktivitas yang dilakukan perusahaan/organisasi untuk memantau berita/isu yang terdapat di dalam media.
  6. Media Clipping. Aktivitas mengumpulkan berita-berita penting dari media massa yang diarsipkan sebagai bahan informasi oleh perusahaan.
  7. Press Gathering. Acara pertemuan antara pers dengan organisasi dengan suasana santai dan menghibur. untuk mempererat hubungan organisasi dengan media.

Government Relation

Government Relations
  Government Relations (GR) adalah suatu hubungan perusahaan dengan pemerintah pemerintah, yang erat hubungannya dengan lembaga legislatif, peraturan pemerintah dimana dalam hal ini, PR memerlukan keahliah khusus untuk mencapai hasil positif yang dapat di terima oleh publik melalui perencanaan pemerintahan. GR dapat bergerak dalam bidang-bidang seperti alokasi, kesehatan, pertahanan, energi, lingkungan, jasa keuangan, keamanan dalam negeri, kebijakan pajak, telekomunikasi dan transportasi.
Praktisi PR dalam hal ini bertugas untuk menjadi konsultan/memecahkan/menasihati pemerintahan dalam masalah-masalah tertentu :
GR, mendukung klien sebelum mengambil keputusan utama dalam pemerintahan sehari-hari. Advokasi yang efektif sering kali memerlukan kerja yang simultan yang menyangkut 2 strategi utama :
Offense – dalam hal ini, PR bertugas untuk ”move the desimal point” dimana PR harus membagi bagian fraksional dari suatu kegiatan pemerintah. Ini mungkin melibatkan penyusutan jadwal yang lebih pendek dalam kode pajak atau memperluas definisi untuk menyertakan teknologi baru yang akan memenuhi syarat untuk dana pemerintah.
Deffense – Bekerja dengan koalisi di sektor swasta dan pejabat pemerintah untuk memblokir peraturan pemerintah dari yang berdampak negatif neraca korporasi. Hal ini mungkin termasuk ketentuan-ketentuan dalam kesehatan, reformasi peraturan atau undang-undang iklim yang mempunyai efek negatif atau yang tidak seimbang pada korporasi.
Government relations memiliki tugas:
a. Menggali data dari pemerintah
b. Monitoring & interpretasi langkah-langkah pemerintah
c. Menyampaikan feed back dari perusahaan atas berbagai kebijakan pemerintah
d. Membangun posisi
e. Mendukung pemasaran
Government relations memiliki posisi yang penting bagi perusahaan, arti penting government relation adalah menciptakan keselarasan antara berbagai kebijakan pemerintah dengan perusahaan (investasi, kerja sama dagang, pajak dll, memberikan jaminan perlindungan disaat krisis dan mempercepat proses birokrasi atas berbagai kepentingan perusahaan
Hubungan dengan pemerintah tidak dapat dilepaskan dari kegiatan lobbi dan negoisasi dengan pemerintah. Lobby merupakan kegiatan yang dilakukan secara informal untuk mendekati pemerintah sedangkan negoisasi merupakan kegiatan perundingan. Dalam berhubungan dengan pemerintah perlu mengadakan dua pendekatan yaitu secara resmi maupun tidak resmi.Lobby-lobby dalam government relation dalam dilakukan dalam bentuk:
a. Lobby langsung (konvensional)
Contoh : Mengadakan Pertemuan Langsung dengan pemerintah
b. Grass Roots Lobbying
Artinya melibatkan masyarakat atau massa untuk melakukan proses lobbying
Contoh : Memberikan argumen atau pengertian kepadapemerintah bahwa perusahaan ini memiliki hubungan atau kepentingan dengan public/masyarakat
c. Political Action Committees (PACs)
Artinya Melibatkan Masyarakat atau Massa namun dengan konsep yang formal dan adanya kemungkinan unsur politik.

Internal Relation

Definisi Internal Public Relations

Kegiatan internal Public Relations adalah kegiatan yang ditujukan untuk internal publik organisasi / perusahaan. Publik internal adalah semua elemen yang mempengaruhi secara langsung dalam keberhasilan perusahaan, seperti karyawan, manajer, supervisor, pemegang saham, dewan direksi perusahaan dan sebagainya.

Melalui kegiatan Internal Public Relations diharapkan dapat memenuhi kebutuhan internal dan kepentingan umum dari organisasi / perusahaan. Dengan hubungan yang harmonis antara pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan itu akan menciptakan iklim kerja yang baik. Dengan demikian operasi perusahaan akan berjalan dengan lancar.
Kegiatan hubungan internal yang dilakukan oleh Petugas Hubungan Masyarakat, yaitu :

Hubungan dengan karyawan (employee relations)

Sebuah PR harus dapat berkomunikasi dengan semua tingkatan karyawan baik secara formal maupun informal untuk menentukan kritik dan saran yang dapat dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan dalam organisasi / perusahaan mereka.
Sebuah PR harus mampu menjembatani komunikasi antara manajemen dan karyawan. Karena program memegang hubungan karyawan diharapkan akan mengarah pada hasil positif yang karyawan merasa dihargai dan dirawat oleh perusahaan. Sehingga tercipta rasa memiliki (sense of belonging), motivasi, kreativitas dan ingin mencapai performa maksimal.

Hubungan dengan pemegang saham (stockholder relations)

Sebuah PR juga harus mampu membangun hubungan yang baik dengan pemegang saham, dan mampu berkomunikasi apa yang terjadi dalam organisasi / perusahaan. Karena sebagai penyandang dana, mereka harus selalu tahu perkembangan perusahaan secara transparan dalam rangka meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam perusahaan. Dengan demikian akan menghilangkan kesalahpahaman dan kecurigaan terhadap perusahaan.

Riset PR

P          PENELITIAN PR

 

 

A.        DEFINISI RISET (Penelitian PR)  (Fraser P. Seitel)

Riset merupakan pengumpulan data, fakta, dan informasi secara sistematis dalam upaya mengembangkan pengertian. Sebagian besar kegiatan asosiasi PR dalam menyampaiakan informasi harus secara akurat mengenai datanya, dan berkaitan dengan public, produk dan program-program yang dirancang tersebut harus mampu menjawab pertanyaan :

·  Bagaimana menidentifikasi dan mendefinisikan kelompok publik sebagai pendukung?

·     Bagaimana pengetahuan yang berkaitan dengan rancangan pesan-pesan yang akan disampaikan?

·         Bagaimana kaitannya dengan rancangan program tersebut?

·  Bagaimana kaitannya dengan media yang dipergunakan dalam penyampaian pesan-pesan tersebut?

·  Bagaimana kaitannya denga perencanaan  untuk penyerapan media yang dipergunakan?

·         Bagaimana kaitannya dengan pelaksanaan dari taktikprogram tersebut?



B.            PENTINGNYA PENELITIAN

Efektifitas Public Relations (PR) erat kaitannya dengan proses riset, karena riset merupakan bagian integral dari perencanaan, pengembangan program, dan proses evaluasi. Penelitian dilakukan dengan tujuan agar PR mampu membuat keputusan-keputusan kebijakan dan merencanakan strategi untuk program komunikasi yang efektif

C.            PERAN PENELITIAN

Penelitian adalah suatu wujud tahap ‘mendengarkan’. Glen profesor Broom dan David Dozier dari San Diego State University, dalam buku mereka Menggunakan Riset dalam Public Relations, hanya berkata, “Penelitian adalah kontrol, objektif, dan pengumpulan informasi secara sistematis untuk menggambarkan tujuan dan saling pengertian”.

Penelitian dilakukan untuk mempersiapkan informasi, data dikontrol, dan diinterpretasi. C. Blair Jackson, Senior Vice President dari Rogers & Cowan, Inc, di New York: “alasan yang paling kuat untuk menggunakan penelitian ini adalah untuk memastikan bahwa program PR yang dirancang adalah yang terbaik. Bahwa program dibuat untuk berbicara kepada khalayak yang tepat, bahwa dibuat dengan menggunakan pesan yang tepat, dan bahwa fokus juga pada persepsi yang tepat pula. Sedangkan riset evaluasi yang akan memastikan hal itu berjalan baik atau tidak”.

Pemilihan jenis penelitian bisa digunakan untuk mencapai tujuan organisasi dan memenuhi kebutuhan informasi. Orientasi penelitian fokus pada subjek dan situasinya. Waktu dan anggaran menjadi pertimbangan. Pertanyaan yang sering muncul adalah :

·               Apa permasalahannya?

·               Apa saja jenis informasi yang dibutuhkan?

·               Akan bagaimana hasil penelitian digunakan?

·               Untuk spesifikasi publik apa?

·               Dilakukan sendiri atau menyewa konsultan dari luar?

·               Bagaimana analisa data penelitian, pelaporan, atau penerapannya?

·               Seberapa cepat hasil diperlukan?

·               Seberapa besar biaya riset?

Pertanyaan tersebut akan membantu PR menentukan tingkat dan sifat dari penelitian yang diperlukan.

Cutlip dan Center menyatakan empat upaya pemecahan persoalan program kerja dan penelitian dalam PR yaitu :

1.      Defining problem

      Langkah pertama meliputi memperhatikan dan mengawasi pengetahuan, opini, dan perilaku pihak-pihak yang berhubungan dan terpengaruh oleh sikap dan kebijakan sebuah organisasi dalam upaya mendefinisika masalah PR, penelitian menjadi hal krusial karena mampu memberikan informasi awal yang dibutuhkan untuk merencanakan aksi PR dan memainkan peran penting dalam mengevaluasi efektifitas sebuah program.

2.      Planning and Programming

      Ketika praktisi PR telah berhasil mendefinisikan masalah melalui serangkaian penelitian atau riset dan analisis maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh praktisi PR adalah merencanakan strategi dan program dalam upaya menyelesaikan masalah. Praktisi PR mengembangkan perencanaan program strategis bekerjasama dengan manajer yang lain karena pada prinsipnya program PR yang disusun tidak akan berjalan dan berhasil jika tidak mendapat dukungan dari pihak lain dalam perusahaan. Perencanaan strategis PR meliputi membuat keputusan mengenai sasaran dan tujuan program, mengidentifikasi publik yang berkepentingan, menentukan kebijakan atau aturan untuk memandu pemilihan dan penentuan strategi, aksi dan komunikasi.

3.      Taking Action and Communicating

      Berdasarkan perencanaan strategis yang telah disiapkan dan disetujui, implementasi program aksi dan komunikasi yang dirancang untuk sasaran spesifik bagi masing-masing publik dilakukan untuk mencapai tujuan program. Strategi aksi biasanya meliputi perubahan kebijakan, prosedur, produk, jasa, dan perilaku organisasi. Agar implementasi perubahan berhasil, pihak managemen dan praktisi PR harus memandang PR lebih dari sekedar publisitas dan komunikasi persuasif. Implementasi program (aksi) memerlukan keahlian berkomunikasi yang terencana. Pada tahap ini, pesan yang dirancang untuk tiap publik sasaran dipastikan mendukung pencapaian sasaran dan objektif program begitu juga dengan kepentingan masing-masing publik.

4.      Evaluating the Program

      Langkah terakhir meliputi menilai persiapan, implementasi, dan hasil pelaksanaan program. Perubahan ketika program sedang dilaksanakan dilakukan berdasarkan evaluasi respon atas apakah sebuah program berjalan dengan lancar atau tidak. Evaluasi menjadi bagian paling penting dan tidak terpisahkan dari proses manajemen PR karena akan memberikan kesimpulan mengenai keberhasilan program PR yang dijalankan dan faktor-faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah program.

D.           Manfaat Menggunakan Riset

Sebuah program komunikasi pasti melalui proses riset terlebih dahulu. Secara umum, departemen PR menghabiskan sekitar 3 sampai 5 persen dari anggaran mereka untuk riset. Bahkan ada yang berpendapat harus 10 persen.

§  Manfaat dari menggunakan Riset untuk PR adalah :

1)      Mencapai Kredibilitas dengan Manajemen

Kredibilitas organisasi/perusahaan dimana eksekutif perlu menyusun program pengembangan pasti membutuhkan fakta lapangan, bukan dugaan dan firasat untuk mencapai tujuan organisasi.

2)      Menetapkan Audiens dan Segmen Publik

Informasi rinci tentang demografi, gaya hidup, karakteristik, dan pola konsumsi khalayak membantu untuk memastikan bahwa pesan mencapai audiens yang tepat.

3)      Merumuskan Strategi

Kesalahan menyusun strategi akan membuat banyak anggaran terbuang percuma. Sehingga di sini ketepatan hasil riset menjadi sangatlah penting.

4)      Pesan / Copy Writing

Riset terhadap isi/materi pesan untuk menentukan pesan yang tepat untuk audience yang tepat pula.

5)      Membantu manajemen Keep in Touch

Dalam komunitas massa, manajemen puncak terisolasi dari perhatian terhadap karyawan, pelanggan, dan publik penting lainnya. Penelitian ini membantu menjembatani kesenjangan tersebut. Umpan balik ini sebagai masukan untuk eksekutif puncak untuk menyusun kebijakan dan strategi komunikasi yang lebih baik.

6)      Mencegah Krisis

Permasalahan yang berupa krisis organisasi banyak bersumber dari masalah operasional internal dan kaitannya dengan kepentingan dan kepuasan publik, bahkan lebih parah daripada masalah bencana alam atau lainnya, karena dari hal itulah citra perusahaan/organisasi dipertaruhkan.  

7)      Memantau Kompetisi

Perusahaan yang cerdas akan melacak apa yang dilakukan pesaing. Hal ini dilakukan melalui riset konsumen, meminta mengomentari produk bersaing, analisis isi dari liputan media, dan ulasan industri dalam jurnal perdagangan. Penelitian semacam ini sering membantu sebuah organisasi bentuk komunikasi pemasaran dan strategi untuk melawan kekuatan pesaing dan memanfaatkan kelemahan apapun.

8)      Pengaruh Opini Publik

Fakta-fakta dan angka, dikumpulkan dari berbagai sumber-sumber primer dan sekunder, dapat mengubah opini publik.

9)      Menghasilkan Publisitas

Jejak pendapat dan survey dapat menghasilkan publisitas untuk sebuah organisasi. Banyak survey tampaknya terutama dirancang dengan program publikasi melalui benak audience.

10)  Mengukur Kesuksesan

Dasar dari setiap program PR adalah seberapa banyak waktu dan uang yang dihabiskan untuk mencapai tujuan.

E.            TEKNIK RISET

Ketika kata ‘riset’ digunakan, yang terlintas adalah survey dan tabulasi statistik yang rumit. Dalam PR, riset digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang segala hal yang memungkinkan bisa mendukung aktifitas dan efektifitas tugas PR.

Walter K. Lindenmann, Senior Vice President dan direktur riset untukKetchum Public Relations pernah melakukan riset terhadap para profesional, menemukan bahwa tiga perempat dari responden menyatakan bahwa mereka melakukan teknik riset secara sekilas dan informal secara ilmiah dan tepat. Teknik yang biasa mereka gunakan adalah riset terhadap literatur database informasi dari berbagai sumber tentang segala hal yang ingin mereka ketahui.

Teknik ini biasa disebut sebagai riset sekunder, karena mengumpulkan dan mempelajari artikel majalah dan database elektronik. Hal ini berbeda dengan riset primer yang cenderung mengandalkan informasi yang selalu baru/up to date yang dihasilkan melalui desain riset yang spesifik dan mendalam.

Management Krisis

Pengertian Definisi Dan Teori Manajemen Krisis

Pengertian Definisi Dan Teori Manajemen Krisis
Ada perbedaan yang mendasar antara “Manajemen Krisis” dan “Krisis Manajemen”. Manajemen krisis merupakan suatu manajemen pengelolaan, penanggulangan atau pengendalian krisis hingga pemulihan citra perusahaan. Sedangkan krisis manajemen merupakan kegagalan dari peranan manajemen krisis dan persoalannya menjadi sulit untuk dipulihkan karena perusahaan yang bersangkutan dinyatakan “bubar” baik secara hukum maupun operasionalnya.

Pada umumnya, krisis dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak mempunyai implikasi negatif pada organisasi daripada sebaliknya. 

K. Fearn-Banks mendefinisikan krisis sebagai “Suatu kejadian penting dengan hasil akhir cenderung negatif yang berdampak baik terhadap sebuah organisasi, perusahaan atau industri, maupun terhadap publik, produk, servis atau reputasinya”. Biasanya sebuah krisis mengganggu transaksi normal dan kadang mengancam kelangsungan hidup atau keberadaan organisasi.

Krisis pada dasarnya adalah sebuah situasi yang tak terduga, artinya organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul situasi yang dapat mengancam keberadaannya. Sebagai ancaman, ia harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal kembali. Untuk itu, Holsti melihat krisis sebagai “situasi yang dikarakterisasikan oleh kejutan, ancaman besar terhadap nilai-nilai penting, serta waktu memutuskan yang sangat singkat”. Krisis membawa keterkejutan dan sekaligus mengancam nilai-nilai penting organisasi serta hanya ada waktu yang singkat untuk mengambil keputusan.

Shrivastava & Mitroff mendefinisikan krisis perusahaan sebagai “peristiwa yang mengancam tujuan terpenting untuk bertahan dan mendapatkan keuntungan”. Krisis, menurut mereka diasosiasikan dengan kerusakan yang berskala luas terhadap kehidupan manusia, lingkungan alam dan institusi sosial dan politik.

Pauchant & Mitroff mengatakan bahwa krisis merupakan “sebuah gangguan yang secara fisik memberikan dampak pada suatu sistem sebagai suatu kesatuan serta mengancam asumsi dasarnya, kesadaran subjektif akan dirinya serta pusat keberadaannya”. Menurut mereka, krisis biasanya memiliki tiga dampak, yaitu ancaman terhadap legitimasi organisasi, adanya perlawanan terhadap misi organisasi serta terganggunya cara orang melihat dan menilai organisasi.

C.G. Linke melihat krisis sebagai ketidaknormalan dari konsekuensi negatif yang meng-ganggu operasi sehari-hari sebuah organisasi. Menurutnya, sebuah krisis akan berakibat pada adanya kematian, menurunnya kualitas kehidupan dan menurunnya reputasi perusahaan.

Bagi Laurence Barton (1993:2), sebuah krisis adalah peristiwa besar yang tak terduga yang secara potensial berdampak negatif terhadap baik perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin secara cukup berarti merusak organisasi, karyawan, produk dan jasa yang dihasilkan organisasi, kondisi keuangan dan repuasi perusahaan.

Michael Regester & Judy Larkin (2003:131) mendefinisikan krisis sebagai sebagai sebuah peristiwa yang menyebabkan perusahaan menjadi subjek perhatian luas (cenderung tidak menyenangkan) dari media nasional dan internasional serta kelompok-kelompok seperti pelanggan, pemegang saham, karyawan & keluarga mereka, para politisi, serikat perdagangan serta kelompok-kelompok penekan yang, dengan suatu alasan atau lebih, memiliki kepentingan yang dibenarkan terhadap kegiatan-kegiatan organisasi. 

Namun ada juga beberapa pakar yang melihat bahwa krisis tidak selalu menjadi penyebab perusahaan pada kebangkrutan. Contohnya Steven Fink yang melihat krisis sebagai “suatu waktu/keadaan yang tak stabil terhadap suatu masalah sehingga sebuah perubahan penting akan terjadi – baik perubahan dengan kemungkinan yang mudah dilihat akan hasil yang sangat tidak diharapkan atau perubahan dengan kemungkinan yang mudah dilihat akan hasil positif yang sangat diharapkan”.

Dalam kamus Webster, krisis didefinisikan sebagai “suatu titik balik untuk menuju keadaan lebih baik atau lebih buruk”. Jadi dari suatu situasi ini, perusahaan dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk. Contoh perusahaan yang menjadi lebih baik setelah krisis adalah Johnson & Johnson yang berhasil mengatasi kasus racun sianida dalam Tylenol, salah satu produk obat sakit kepala unggulannya sehingga reputasi perusahaannya justru terangkat.

Apakah sebuah krisis akan menjadikan organisasi menjadi lebih baik atau lebih buruk sangat tergantung pada bagaimana pihak manajemen mempersepsi dan kemudian merespon situasi tersebut atau sangat tergantung pada pandangan, sikap dan tindakan yang diambil terhadap krisis tersebut. Sebuah krisis mungkin dapat ditangani dengan segera dengan melibatkan sedikit orang, tetapi krisis lain mungkin harus ditangani dengan mengerahkan sebagian besar sumber daya yang dimiliki organisasi

Krisis tidak pandang bulu dan bisa menimpa siapa saja. Seperti kata Barton (1993:3): “Krisis menyerang korporasi, organisasi non profit, badan-badan pemerintahan, servis, perusahaan hingga keluarga”. Setiap organisasi sangat punya peluang untuk mengalami krisis.

Pengertian dan Prinsip Manajemen Sumber Daya Manusia

Pinsdorf menambahkan bahwa “tidak ada satu perusahaan pun yang kebal terhadap krisis, tetapi dengan riset, perencanaan dan pelatihan yang penuh kewaspadaan, biasanya krisis dapat dikelola dan dikurangi dampaknya.”

Penyebab Krisis
Mengenali jenis atau tipe krisis penting mengingat masalah penentuan siapa yang bersalah dan respon yang harus dibuat perusahaan yang sedang menghadapi krisis. Berikut ini adalah beberapa tipe krisis yang dikemukakan para pakar menggunakan berbagai dimensi (Putra, 1999:90-94):
  • Sturges dkk 
  • Dimensi violent-non violent dan dimensi sengaja-tak sengaja.
  • Shrivastava & Mitroff 
  • Dimensi kerusakan yang dihasilkan (berat/ringan) dan dimensi penyebab krisis dari segi teknis dan sosial.
  • Marcus & Goodman
  • Dimensi tingkat kemungkinan ditolak dan berdasarkan keadaan korban krisis.
  • C.G. Linke
  • Dimensi waktu kemunculan sebuah krisis.
Shrivastava & Mitroff membagi krisis ke dalam empat kategori berdasarkan penyebab krisis dikaitkan dengan tempat krisis. Penyebab krisis dapat dikategorikan menjadi dua bagian besar: penyebab teknis dan ekonomis serta penyebab manusiawi, organisatoris dan sosial. Mereka juga mengkategorikan penyebab krisis dilihat dari sudut tempat asal atau kejadian apakah di dalam atau di luar organisasi. 

Dengan demikian, penyebab krisis menurut mereka dapat dikategorikan menjadi:
  1. Karena kesalahan manusia (human error)
  2. Karena kegagalan teknologi
  3. Karena alasan sosial (kerusuhan, perang, sabotase, teroris)
  4. Karena berkaitan dengan bencana alam
  5. Karena ketidakbecusan manajemen
Sebuah krisis mungkin disebabkan hanya satu faktor, tetapi sangat sering terjadi krisis akibat kombinasi faktor-faktor di atas. Contohnya adalah kasus kecelakaan Bhopal di bulan Desember 1984. 40 ton gas beracun methyl isocyanate bocor dari tank penyimpan bawah tanah pada pabrik pestisida Union Carbide dan menewaskan 3000 orang serta ratusan ribu orang terkena radiasinya. Di sini, ada faktor kesalahan manusia karena membiarkan masuknya air ke dalam tank yang menyebabkan peledakan. Namun juga ada kegagalan teknologi akibat rancangan pabrik tersebut tidak memperhitungkan kemungkinan human error yang terjadi serta tidak berfungsinya mekanisme penyelamat. Faktor dominan penyebab ledakan tersebut adalah masalah manajerial berupa kurangnya prosedur penyelamatan serta kurangnya latihan operator. Secara sosial pun proyek ini kurang layak karena pemerintah India mengijinkan pabrik ini beroperasi di kawasan perkampungan yang padat.

Dalam buku Rosady Ruslan (1999:99-100) diberikan beberapa contoh peristiwa yang berpotensi menjadi krisis sebagai berikut:
  1. Masalah pemogokan atau perselisihan perburuhan.
  2. Produk kedapatan tercemar/terkontaminasi menjadi racun yang membahayakan masyarakat sebagai konsumennya.
  3. Desas-desus atau rumor dan meluasnya berita yang bersifat negatif atau terciptanya opini publik yang kurang menguntungkan.
  4. Masalah pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dan alam yang disebabkan ulah manusia, serta kecelakaan industri.
  5. Kredit macet, issue kalah kliring, likuidasi dan deposito akan dikonversikan menjadi obligasi di bank-bank pemerintah atau swasta yang pada akhirnya dapat terjadi rush sehingga menurun-kan kepercayaan dan citra perbankan nasional, krisis moneter serta berakibat resesi ekonomi.
  6. Kecelakaan industri atau jatuhnya sebuah pesawat yang mengakibatkann kerugian harta benda dan korban jiwa, serta menimbulkan peristiwa traumatik atas jasa perusahaan penerbangan bersangkutan.
  7. Perubahan peraturan perundangan-undangan atau kebijakan pemerintah yang menyebabkan pihak perusahaan mengalami kerugian atau kebangkrutan bisnis.
  8. Peristiwa menakutkan yang diakibatkan oleh serangan teroris, masalah sara, krisis moneter, sosial dan politik, sehingga menimbulkan kasus penjarahan, pembakaran, dan sebagainya yang berkait dengan masalah sensitif atau timbulnya kasus-kasus sangat peka lainnya di masyarakat.
  9. Kegagalan dari suatu kampanye, promosi periklanan atau publikasi menimbulkan dampak negatif; seperti adanya unsur penipuan, pelecehan dan penghinaan sehingga terjadi protes atau kecaman dari masyarakat luas.
Maria Wongsonagoro (1995:1) menambahkan beberapa sebab terjadinya krisis (yang beberapa di antaranya sudah disebutkan di atas):
  1. Krisis persepsi masyarakat, yakni negatifnya opini publik terhadap perusahaan.
  2. Krisis akibat pergeseran pasar yang terjadi dengan tiba-tiba dan perusahaan dapat kehilangan pangsa.
  3. Krisis yang menyangkut produk, entah itu akibat salah satu produksi atau produk terkena issue sehingga citranya jatuh, dan sebagainya.
  4. Krisis yang diakibatkan oleh pergeseran pimpinan.
  5. Krisis yang ditimbulkan oleh masalah keuangan.
  6. Krisis yang menyangkut hubungan industri, apakah itu urusan tenaga kerja, keselamatan kerja, lingkungan dan sebagainya.
  7. Krisis yang diakibatkan pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain dalam suasana permusuhan atau hostile takeover.
  8. Krisis yang diakibatkan oleh peristiwa-peristiwa internasional yang berdampak negatif terhadap perusahaan.
  9. Krisis yang disebabkan oleh peraturan-peraturan baru yang digariskan oleh pemerintah atau deregulasi.
Bila perusahaan kita bergerak dalam bidang manufaktur (terutama jika ada produk-produk yang berhubungan dengan lingkungan dan medis), transportasi, produk makanan, penginapan dan konstruksi, resiko mengalami krisis sangat tinggi. Karena itu, bagi mereka yang bekerja pada perusahaan-perusahaan di atas harus mempersiapkan diri terhadap kemungkinan terjadinya krisis.

Akibat dari Krisis
Dalam Rosady Ruslan (1999:73), disebutkan situasi krisis pada suatu perusahaan atau organisasi akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Meningkatkan intensitas masalah
  2. Menjadi sorotan publik, baik melalui liputan media massa, informasi yang disebarkan melalui mulut ke mulut.
  3. Mengganggu kelancaran kegiatan dan aktivitas bisnis sehari-hari serta mengganggu nama baik serta citra perusahaan.
  4. Merusak sistem kerja, etos kerja dan mengacaukan sendi-sendi perusahaan secara total yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan.
  5. Membuat masyarakat ikut-ikutan panik.
  6. Mengundang campur tangan pemerintah, yang mau tidak mau harus turut mengatasi masalah yang timbul.
  7. Dampak atau efek dari krisis tersebut, tidak saja merugikan perusahaan yang bersangkutan, tetapi juga masyarakat tertentu atau lainnya ikut merasakan akibatnya.
HUBUNGAN ANTARA ISSUE, OPINI PUBLIK DAN KRISIS
Di bahasan sebelumnya, kita membaca bahwa salah satu peristiwa yang berpotensi menjadi krisis adalah opini publik yang kurang menguntungkan. Sebelum kita melihat hubungan hubungan antara issue, opini publik dan krisis, tentu saja kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan opini publik (setelah kita mengetahui pengertian issue dan krisis).

Menurut Scott Cutlip, Allen Center & Glen Broom, opini publik “mencerminkan sebuah konsensus, yang muncul setelah beberapa saat, dari seluruh pandangan yang ditujukan terhadap suatu permasalahan dalam diskusi, dan konsensus tersebut memiliki kekuatan”.

Opini publik bekerja dalam dua cara, yaitu sebagai sebab dan sekaligus sebagai akibat dari kegiatan PR. Opini publik yang dipegang teguh akan mempengaruhi keputusan manajemen. Sebaliknya, tujuan program PR adalah untuk mempengaruhi opini publik.

Sebagian besar masyarakat memiliki opini terhadap berbagai hal. Dan bila opini mereka digabungkan serta difokuskan oleh media massa, maka opini perorangan atau kelompok tersebut dapat menjadi sebuah opini publik. Media tidak mendikte apa yang masyarakat pikirkan, namun mereka menyediakan sarana untuk membahas permasalahan-permasalahan dan memperkuat pandangan ‘publik’ jika suatu masalah menjadi sorotan.

Pengertian Manajemen Keuangan Dan Modal Perusahaan

Bila kita kembali kepada pengertian dari issue sebagai “suatu masalah yang belum terpecahkan namun siap diambil keputusannya”, mulai terlihat benang merah dalam hubungan antara issue, opini publik dan krisis. Seperti sudah dibahas dalam materi sebelumnya, sebuah issue yang timbul ke permukaan adalah suatu kondisi atau peristiwa, baik di dalam maupun di luar organisasi, yang jika dibiarkan akan mempunyai efek yang signifikan pada fungsi atau kinerja organisasi tersebut atau pada target-target organisasi tersebut di masa mendatang. Bila issue yang muncul tersebut tidak dikendalikan dan dikelola dengan baik, maka potensinya untuk menjadi krisis sangat besar. Suatu issue bisa berasal dari sebagian kecil populasi. Namun jika mereka tertarik terhadap masalah tersebut dan bersama-sama bergabung menjadi kelompok yang besar serta dibantu oleh media massa dalam memfokuskan masalahnya, maka issue tersebut akan berkembang, meluas di masyarakat sehingga menjadi issue publik yang dapat mempengaruhi kinerja atau target suatu bisnis.

Contohnya adalah kasus pencemaran teluk Buyat oleh PT. Newmont Minahasa Raya. Issue muncul dari luar perusahaan dan dari suatu populasi kecil, yakni penyakit gatal-gatal yang diderita oleh masyarakat sekitar teluk tersebut. Adanya LSM (WALHI) yang mengadakan penelitian pada teluk Buyat dan menemukan kandungan merkuri mencemari teluk tersebut dan menuding PT. NMR bertanggungjawab dalam kasus pencemaran lingkungan ini. Dibantu dengan LBH Kesehatan yang “mengompori” masyarakat sekitar PT. NMR dengan mengklaim bahwa penyakit gatal-gatal yang diderita oleh mereka berasal dari pencemaran teluk Buyat, maka masyarakat sekitar PT. NMR ini bersama-sama dengan LBH Kesehatan dan WALHI menuntut pertanggunganjawaban PT. NMR dalam masalah tersebut. Media massa mulai mengangkat issue tersebut sehingga liputan kasus ini semakin meluas. Ketidaksiapan PT. NMR dalam mengendalikan dan mengelola issue menyebabkan issue berubah menjadi krisis. Pemerintah sebagai otoritas kekuasaan perundangan tertinggi mulai terlibat dan pada akhirnya meminta PT. NMR menghentikan kegiatan operasionalnya agar issue mereda. Kasus ini jelas sekali memperlihatkan hubungan antara issue, opini publik dan krisis.

KOMITMEN SEMUA MANAJEMEN DALAM PENANGANAN KRISIS
Sama seperti issue, krisis dapat dikendalikan dan dikelola. Namun hal yang lebih penting lagi dilakukan oleh manajemen adalah mencegah terjadinya krisis.

Beberapa peristiwa krisis yang mengakibatkan korban jiwa yang sangat besar seperti Union Carbide di Bhopal dan kebocoran reaktor nuklir di Chernobyl memperlihatkan kekurang-siapan manajemen dalam mencegah terjadinya krisis. Mereka tidak mempunyai program khusus untuk mengantisipasi atau menghadapi suatu krisis.

Namun dengan terjadinya berbagai peristiwa tersebut, setiap investasi industri atau pabrik mulai menempatkan manajemen krisis dalam prioritas. Penerapan manajemen krisis ini tentu saja membutuhkan komitmen dari semua manajemen untuk terlibat dalam menangani krisis, tidak bisa hanya dilimpahkan pada departemen PR saja.

Pihak manajemen di luar departemen PR juga harus terlibat dalam tim-tim khusus yang dibentuk untuk mencegah terjadinya krisis maupun untuk menghadapi krisis bila sudah terlanjur menyerang perusahaan. Selain itu, perusahaan juga harus menyiapkan anggaran khusus untuk membentuk tim-tim khusus ini serta menyediakan peralatan dan perlengkapan yang mereka butuhkan, seperti “Ruang Pusat Krisis”.

Pimpinan perusahaan juga harus terlibat langsung dalam tim khusus tersebut karena ia akan menjadi orang yang paling sering ditanyakan oleh seluruh pihak yang terlibat jika terjadi krisis di perusahaannya.

Dan juga yang tak kalah penting adalah pemberian pemahaman tentang manajemen krisis kepada seluruh karyawan, terutama mereka yang berada di lapisan paling bawah agar mereka tidak cepat terprovokasi dan panik ketika krisis menyerang perusahaan.

Bila seluruh manajemen sudah terlibat dalam penanganan krisis, maka krisis akan lebih mudah dicegah, dikendalikan dan dikelola.

TAHAPAN KRISIS
Steven Fink, pakar dan konsultan krisis dari Amerika Serikat mengembangkan konsep anatomi krisis menggunakan terminologi kedokteran yang biasa dipakai untuk melihat stadium suatu krisis yang menyerang manusia. Empat tahap perkembangannya adalah sebagai berikut (Kasali, 2003:225-230): 
  • Tahap Prodromal 
  • Tahap Akut 
  • Tahap Kronik 
  • Tahap Resolusi (penyembuhan) 
Masing-masing tahap itu saling berhubungan dan membentuk siklus. Lamanya masing-masing tahap itu sangat tergantung pada sejumlah variabel, sama seperti ketika seorang dokter menangani pasiennya. Kadang-kadang keempat fase berlangsung singkat, seperti seseorang yang terjangkit flu ringan sembuh setelah beristirahat sehari penuh. Namun adapula yang harus beristirahat hingga satu bulan. Juga ada yang langsung meninggal dunia ketika flu berat menyerang saat kondisi fisiknya sangat lemah. Hal yang sama bisa menimpa perusahaan bila terjadi krisis, yakni dari hanya terganggunya kinerja perusahaan hingga pembubaran perusahaan. 

1. Tahap pertama – Periode Krisis Prodromal
Suatu krisis besar biasanya bermula dari krisis kecil sebagai pertanda atau gejala awal yang akan menjadi suatu krisis sebenarnya yang bakal muncul di masa yang akan datang. Tahap ini disebut warning stage karena ia memberi tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi.

Mengacu pada definisi krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari ‘titik balik’ (turning point). Manajemen yang gagal menangkap sinyal akan membuat krisis memasuki tahap yang lebih serius, yakni krisis akut. Oleh karen itu, tahap ini disebut juga sebagai tahap prakrisis (precrisis). Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari tiga bentuk ini:
  • Jelas sekali. Gejala-gejala awal terlihat jelas. Misalnya ketika karyawan datang ke manajemen untuk meminta kenaikan gaji, perbedaan pendapat di antara direksi, kerusakan alat di pabrik (internal); selebaran gelap di masyarakat (eksternal).
  • Samar-samar. Gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya deregulasi, munculnya pesaing baru, ucapan pembentuk opini kadang-kadang tidak langsung terasa dampaknya pada perusahaan, namun dapat menjadi masalah besar di kemudian hari.
  • Sama sekali tidak terlihat. Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Misalnya kerugian yang dialami salah satu produk atau salah satu lini yang dirasakan wajar oleh sebuah perusahaan. Namun yang terpikirkan oleh perusahaan tersebut adalah seberapa jauh kerugian itu dapat menjadi kanibal seperti kasus Bank Summa yang menelan saham keluarga Suryadjaya pada PT. Astra Internasional.
Meskipun krisis pada tahap ini sangat ringan, pemecahan dini secara tuntas sangat penting karena masalahnya masih mudah ditangani dan belum menimbulkan komplikasi.

2. Tahap kedua – Periode Krisis Akut
Bila prakrisis tidak terdeteksi dan tidak segera diambil tindakan yang tepat, maka akan timbul masalah yang lebih fatal. Di tahap ini orang mengatakan “telah terjadi krisis”. Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai di sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas tadi mulai terlihat jelas.

Contoh kasus krisis pusat reaktor nuklir Three Mile Island di Pennsylvania, AS. Pers menyebut krisis mulai muncul tanggal 28 Maret 1979 ketika reaktor tersebut mengalami kebocoran yang menimbulkan efek radiasi. Tetapi sebenarnya krisis sudah muncul 13 bulan sebelumnya ketika para karyawan menemukan kebocoran kecil yang dapat diatasi saat itu. Tanggal di atas adalah ketika krisis sudah memasuki tahap akut.

Tahap ini sering disebut the point of no return. Artinya, jika sinyal-sinyal yang muncul pada tahap prodromal tidak digubris, maka ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, issue menyebar luas.

Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut adalah intensitas dan kecepatan serangan yang akan datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.

Tahap akut adalah tahap antara, yang paling pendek waktunya dibanding dengan tahap-tahap lainnya, tetapi merupakan masa yang cukup menegangkan dan paling melelahkan bagi tim yang menangani masalah krisis tersebut. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera memasuki tahap kronis. 

3. Tahap ketiga – Periode Krisis Kronis
Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan sehingga tahap ini juga sering disebut sebagai fase pembersihan. Peristiwa pun sudah diberitakan dengan jelas di media massa.

Tahap ini juga merupakan masa pemulihan citra dan upaya meraih kembali kepercayaan dari masyarakat, di samping juga merupakan masa untuk mengadakan “introspeksi” ke dalam dan keluar mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi (recovery & self analysis).

Masa ini berlangsung cukup panjang, tergantung pada jenis dan bentuk krisisnya. Namun diharapkan seorang crisis manager dapat memperpendek tahap ini karena semua orang yang terlibat sudah letih dan pers mulai bosan memberitakan kasus tersebut.

Masa ini juga sangat menentukan berhasil atau tidaknya perusahaan melewati masa krisis: keguncangan manajemen dan kebangkrutan perusahaan atau kepulihan manajemen dan perusahaan seperti sedia kala. Contohnya adalah Bank Duta. Begitu selesai mengatasi masa krisis, perbaikan struktur manajemen atau organisasi, rekapitalisasi dan operasinya, bank tersebut tumbuh dan berhasil pulih kembali dalam khazanah dunia perbankan.

4. Tahap keempat – Periode Resolusi Krisis
Merupakan tahap penyembuhan (pulih kembali). Perusahaan yang terkena krisis dapat bangkit kembali setelah melalui proses dan pemulihan sistem produksi, pelayanan jasa, strukturalisasi manajemen, rekapitalisasi dan operasinya. Setelah itu baru memikirkan pemulihan citra tahap berikutnya untuk mengangkat nama perusahaan di mata khalayaknya dan masyarakat luas.

Meski bencana besar telah berlalu, manajemen tetap perlu berhati-hati karena terdapat kemungkinan krisis kembali ke keadaan semula (tahap prodromal). Khususnya departemen humas, harus lebih siap dengan “strategi manajemen krisis” untuk mengantisipasi hal serupa di kemudian hari, baik untuk krisis yang sama maupun untuk krisis yang lain.

LANGKAH-LANGKAH PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN KRISIS
Pada saat krisis melanda perusahaan atau organisasi, sebagai tindakan korektif ada beberapa tahapan langkah strategi atau kiat penanggulangan krisis (Rosady Ruslan, 1999:76-78), yaitu:
1) Mengidentifikasi krisis
2) Menganalisis krisis
3) Mengatasi krisis
4) Mengevaluasi krisis

1. Mengidentifikasi Krisis
Langkah ini merupakan penetapan untuk mengetahui (mengidentifikasi) suatu masalah krisis. Ini penting untuk melihat secara jelas faktor penyebab (factfinding) timbulnya krisis.

Mengidentifikasi suatu faktor penyebab terjadinya krisis berfungsi untuk mengetahui, apakah public relations atau perusahaan dapat menangani krisis yang terjadi itu segera atau tidak. Seperti seorang dokter mendiagnosis suatu penyakit pada pasiennya, untuk mengetahui apakah bisa disembuhkan, dikurangi penyakitnya atau sama sekali tidak bisa disembuhkan.

Bila krisis tersebut sulit untuk diatasi, membuang waktu, tenaga, dan biaya maka PR melihat segi lain dari krisis tersebut yang persoalannya tidak terbayangkan sebelumnya, yakni biasanya suatu perusahaan yang terkena krisis atau musibah disertai kemunculan masalah lain yang tidak diduga sebelumnya.

Oleh karena itu, faktor utama penyebab krisis yang signifikan tersebut harus terlebih dahulu diidentifikasikan, untuk diambil tindakan atau langkah-langkah penanggulangan atau jalan keluarnya secara tepat, cepat dan benar.

2. Menganalisis Krisis
Mungkin perlu pengembangan dalam menggunakan formula 5W + 1H untuk mengung-kapkan dan menganalisis secara mendalam sistematis, informatif dan deskriptif krisis yang terjadi melalui suatu laporan yang mendalam (in-depth reporting).

Pada saat prakrisis atau masa akut krisis, bisa dianalisis melalui beberapa pertanyaan yang diajukan untuk menetapkan penanggulangan suatu krisis, yakni:
a) What - Apa penyebab terjadinya krisis itu
b) Why – Kenapa krisis itu bisa terjadi
c) Where and when – Dimana dan kapan krisis tersebut mulai
d) How far – Sejauh mana krisis tersebut berkembang 
e) How – Bagaimana krisis itu terjadi
f) Who – Siapa-siapa yang mampu mengatasi krisis tersebut, apa perlu dibentuk suatu tim penanggulangan krisis

Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas adalah untuk menganalisis penyebab, mengapa dan bagaimana, sejauh mana perkembangan krisis itu terjadi, di mana mulai terjadi hingga siapa-siapa personel yang mampu diajak untukn mengatasi krisis tersebut. Langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mengatasinya melalui analisis lapangan secara logis, informatif dan deskriptif.

Setelah itu, PR beserta “team work yang solid” menarik suatu kesimpulan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif selanjutnya mengambil rencana tindakan (action plan) berikutnya baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Dalam jangka pendek, misalnya pada kasus biskuit beracun yang terjadi di pasar dan beberapa anggota keluarga konsumen tercatat sebagai korbannya. Tindakan pertama (main action) dari pihak perusahaan adalah penarikan segera semua biskuit (product recall) di pasar, baik yang tercemar maupun tidak tercemar racun, untuk menghindarkan jatuhnya korban baru secara cepat dan tepat. Tindakan ini diambil bukan untuk melihat penyebab, tetapi menangani langsung dengan menarik produknya.

"Peran Literasi dalam Mengembangkan Pariwisata di Sumatera Selatan"

Seminar "Peran Literasi dalam Mengembangkan Pariwisata di Sumatera Selatan" Talk Show Komunikasi "Peran Literasi dalam M...